3/27/2010

Banjir... oh.. SBY banjir..


"Penyambutan kedatanganku ke Surabaya"

Kali ini memang sulit, selain penyambutan penyakitan alias Encok juga soal lain hal. Banjir tak lepas dari ikon sebuah Ibukota Jawa Timur ini, berbagai pencegahan telah dilakukan mulai pelebaran saluran pembuangan sampai taman kota yang katanya bisa menambah resapan daya tampung air. Banjir diperparah dengan adanya pembangunan Perumahan dan Properti yang mengeksploitasi lingkungan daerah terutama dataran tinggi yang saluran pembuangan atau gorong-gorong yang tidak memperhitungkan daerah yang menampung tumpahan air. Hal ini terjadi terutama di daerah sepanjang kali Banyu urip menuju Benowo yang sempit dan juga bukan sebuah kebetulan, jalan yang disebelah kali memiliki tinggi lebih rendah dari tinggi kali sepanjang jalan tersebut.

Sepanjang musim penghujan jalan ini selalu memakan korban para pengendara kendaraan yang melintasi jalan tersebut, selain jalan yang sudah sempit dan rusak (biarpun sudah di cor bahan semen) tapi tetep aja selalu membuat sulit para pengendara. Dimana para Arsitek Surabaya dan dinas tata kota yang selama ini bekerja untuk masyarakat, bukan omong kosong belaka memang para arsitek mempercepat kerja yang khususnya daerah yang dilewati jalur kawasan mewah saja misalnya di daerah Wiyung dan Lakar santri, karena jalur tersebut menuju perumahan pakuwon and friend. Mana untuk daerah Banyu urip, Tandes dan Kandangan Benowo? ntar ya kalo uangnya ada.

Sudah 26 tahun saya hidup di Surabaya biarpun 7 tahun saya berada diluar kota. Surabaya yang disimbolkan dengan sebuah lagu "berjalan di lorong pertokoan.. di Surabaya yang panas!" kalo ngak salah nadanya mi do do sol do do mi (ngasal.com), tapi inilah Surabaya yang saya kenal panas, banjir, nyamuk, keras, bonek dan tidak lupa kampus "D"nya. Bagi pendatang yang mungkin biasa hidup santai penuh sahaja pasti tercengang dengan bahasanya yang kasar dan sifat orang-orangnya juga. Hei! ini Surabaya cak bukan di "kampung".

Kembali ke masalah banjir....

Banjir kali ini berbeda menurut pandangan saya, karena pembangunan yang terjadi tidak di imbangi dengan pelebaran dan pembersihan saluran yang seharusnya menjadi perhatian utama dinas Tata Kota. Daerah yang dulu masih sawah dan tambak kini menjadi lahan para pembisnis Properti yang tidak pandang bulu membabat semua lahan yang ada demi mencari keuntungan semata. Tetapi bukan semua para pengembang Properti yang menjadi permasalahan banjir ini, melainkan juga pemerintah daerah yang tidak memperketat urusan saluran sampai pada titik sejauh mana pembuangan ini menuju daerah "nol". Kalau cuman masalah gorong-gorong saluran dengan jalur dekat tanpa mempertimbangkan daerah yang menjadi imbasnya. Beginilah jadinya, banjir semakin tak terkendali dan memperburuk keadaan.

Semoga hal ini menjadi pertimbangan dan membuka Pemda lebih memperdulikan masyarakat umum dibanding dengan para pembisnis Properti yang sepertinya memperlihatkan kemajuan wilayah tetapi justru memperlihatkan keadaan Strata sosial masyarakat yang semakin timpang.

Banjir oh Surabaya banjir.....
Gagal deh keluar malam ini,!

No comments: