"Regenerasi keluarga personil sulit terjadi"
Sering kali kita mendengar, bahkan menyanyikan sendiri lagu Perdamaian yang dipopulerkan group band GIGI, atau lagu Kota Santri yang dilantunkan penyanyi Diva Indonesia Krisdayanti. Namun, sama sekali tidak disadari, kedua lagu tersebut merupakan rujukan lagu-lagu Kasidah Modern yang sebelumnya telah dipopulerkan oleh group musik Nasida Ria asal Semarang yang hingga kini masih melegendaris.
Group musik Kasidah Modern ini berdiri 1975 di Kauman Semarang yang hingga kini telah menelurkan 34 album berbahasa Indonesia dan dua album berbahasa Arab. Album perdana, Alabaladil Makabul, diproduksi 1978 di bawah PT Ira Puspita Record yang dipasarkan di dalam dan luar negeri. Nasida Ria berawal dari grup rebana yang berkat inovasi dan kreasi Mudrikah Zain, grup ini memiliki genre tersendiri, dengan ciri khasnya berupa artis dan musisi pendukung yang terdiri dari wanita berjilbab. Jika Kasidah Rebana lebih dominan menyanyikan lagu-lagu irama padang pasir, Nasida Ria mencoba mendobrak khasanah musik berirama serupa dengan kreasi yang dipadukan syair dan lagu berbahasa Indonesia.
General Manager Nasida Ria Choliq Zain mengatakan Nasida Ria group musik Kasidah Modern pertama di Indonesia yang menyeruak tren musik pop, dangdut dan aliran Barat. Dalam line-up album Perdamaian, Nasida Ria, penyanyi jazz, Rien Jamain ikut menyumbang suaranya di tembang Asyik Santai. Warna vokal Rien menyatu dengan tarikan suara Mutoharoh, Nunung Muchayatun dan Nur’ain. Terbukti grup musik Kasidah Modern ini mampu menembus hiruk pikuk berbagai aliran musik, dengan sentuhan dan kreasi yang mengkombinasikan irama padang pasir ini menjadi disukai masyarakat.
Nasida Ria tercatat telah menyambangi beribu tempat untuk mengisi acara, baik di dalam maupun di luar negeri, dengan sejumlah lagunya yang sudah tidak asing di telinga penggemar seperti Shalawat Badar, Kaya Miskin Bahagia, Damailah Palestina, Magadir, dan Nabi Muhammad Insan Pilihan. Kiprah Nasida Ria antara lain mengisi Paket Acara Hari Raya Idhul Fitri di TMII (Taman Mini Indonesia Indah) Jakarta setiap tahun, Tour Show Silaturrahmi Djarum 76 di 16 Kota Jateng 2001-2004.
Selain itu, group musik ini juga pernah tampil dalam Islamic Art and Cultural Perfomance di Batam Kepulauan Riau [2004] dan Isro Miroj di Tanjung Pinang [2006], serta berbagai tempat di pelosok tanah air, baik undangan hajatan maupun acara resmi berbagai lembaga. Sementara di luar negeri, Nasida Ria juga dikenal, pernah tampil memenuhi undangan Kerajaan Malaysia pada peringatan 1 Muharam 1988, Berlin Maret 1994, undangan Haus de Kulturen derWelt [Lembaga Kebudayaan Jerman] dalam paket Die Garten des Islam [Pameran Kesenian Islam Dunia]. Masih di Jerman Juli 1996, group ini tampil dalam festival Heimatklange ‘96 ‘Sinbad Travels’ di delapan kota seperti Berlin, Reclinghousen dan Dusseldof, atas undangan Cultural Departement of The Senat of Berlin and Tempodrom, SFB, ORB, European Forum of Worldwide Music Festival.
”Atas kiprah dan pretasi yang telah ditorehkan itu, Nasida Ria banyak mendapat penghargaan, seperti Pengemban Budaya Islam dari PWI Pusat Jakarta [1989], Penghargaan Seni dari PWI Jateng [1992] dan Anugrah Keteladanan 2004 dari PRPP Jateng [2004],” ujar Choliq kepada Bisnis.
"Regenerasi Nasida Ria"
Namun, gema penggebrak aliran musik Kasidah Modern ini tampaknya terus meredup dan hanya muncul setiap menjelang Lebaran yang mungkin akibat dari kurangnya promosi. Choliq menyatakan beberapa tahun belakangan ini, publikasi Nasida Ria memang tidak begitu gencar, tetapi mereka masih tetap memiliki penggemar setia, yang terbukti dengan masih banyaknya tawaran manggung, baik di dalam maupun luar kota.
Saat ini, dia menambahkan Reborn [lahir kembali] merupakan misi Nasida Ria dengan upaya regenerasi yang ditargetkan dalam tahun ini, melalui penyelenggaraan ‘Nasida Ria Mencari Bintang’ yang diharapkan dapat menggandeng sponsor. Upaya meregenerasi group musik Khasidah Modern ini cenderung membidik anak tidak mampu [yatim] dan belum memiliki basik musik, tetapi memiliki talenta suara Ngaji Tilawah Qiroah.
“Biasanya kami mengambil anak-anak yatim lulusan SD/SMP untuk disekolahkan dan dididik secara intensif minimal satu tahun. Semua musisi dan pemain pembantu dalam group musik ini berawal dari sana, dan memiliki loyalitas tinggi,” jelasnya. Selain regenasi, Choliq mengungkapkan pihaknya juga ingin menyegarkan ingatan para penggemar lama dengan lagu-lagu hit kami dulu dan membuktikan pada khalayak group ini masih eksis. Pihak manajemen juga berencana untuk membukukan kisah perjalanan Nasida Ria sebagai satu kelompok kasidah modern tertua di Indonesia, sekaligus mencatatkannya di Museum Rekor Indonesia (Muri).
Saat ini, Nasida Ria juga telah memiliki group musik pendamping yang dimotori anak-anak M Zain, yaitu Choliq Zain [anak kedua] dengan grupnya El Muna, Hadziq [anak pertama] dengan groupnya Nidaria dan Felasufah [anak keempat] dengan groupnya El Hawa.
No comments:
Post a Comment